Dugaan Korupsi Tuper dan Sosper DPRD

Tahun 2023, Kejaksaan Diminta Usut Tuntas DPRD Pekanbaru

ilustrasi

Beritariau.com, Pekanbaru - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta Kejaksaan mengusut tuntas sejumlah dugaan di DPRD Pekanbaru.

Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) selaku pelapor dugaan korupsi Mark Up Dana Tunjangan Rumah (Tuper) Dinas Pimpinan dan Anggota DPRD Pekanbaru Tahun 2020 hingga 2022 dan LSM Amanah Rakyat Indonesia (AMATIR) yang melaporkan dugaan korupsi Sosialisasi Perda (Sosper), meminta aparat Kejaksaan mengusut tuntas kegiatan-kegiatan di DPRD Pekanbaru. Termasuk dugaan-dugaan lain yang belum dilaporkan secara resmi.

"Kita siapkan rencana pengawalan laporan ini sampai berjenjang, agar Kejaksaan bebas dari intervensi. Seperti kasus Tunjangan Perumahan DPRD Kabupaten Natuna Tahun 2011 - 2015 yang sekarang sudah masuk ke Pengadilan yang mentersangkakan Mantan Bupati, Mantan Ketua DPRD, mantan Sekwan dan lainnya, itu disupervisi oleh Kejati Kepri, ," kata Jackson, Kamis (29/12/22) siang.

Dalam kasus itu, selain menganggarkan Tuper meski ada rumah dinas, anggaran tuper yang di Mark Up padahal tak sampai Rp20 juta per orang. Namun, kasus itu naik. Saat ini, sejumlah Kejari seluruh Indonesia juga sedang mengusut kasus Tuper karena ada Temuan BPK.

"Nah, di DPRD Pekanbaru anggaran Tuper tahun 2020 sudah jadi temuan. Tapi tidak ada tindak lanjut bahkan dianggarkan serupa lagi 2 tahun berturut-turut. Pertama, sesuai Pasal 26 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, tindakan setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban menindaklanjuti temuan tersebut jelas masuk kategori Pembangkangan dengan ancaman Pidana maksimal 1 tahun 6 bulan atau dan/atau denda maksimal Rp500 juta," tegasnya.

Ditambah lagi, lanjutnya, dengan adanya penganggaran kembali selama 2 tahun berturut-turut.

"Kedua, penganggaran kembali 2 tahun berturut-turut ini, jelas bentuk Mens Rea, yaitu sesuai Pasal UU Korupsi, patut diduga telah melakukan, atau turut serta melakukan perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, Cq. Keuangan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru," ujarnya lagi.

Oleh sebab itu, kata Jackson, Januari 2023 mendatang, pihaknya akan melakukan pengawalan berjenjang dan melibatkan sejumlah koalisi sipil terkait laporan ini.

"Tak hanya itu, bahkan kami dengar ada 'bisik-bisik tetangga' mengatakan : 'daripada kami rugi kembalikan duit semuanya itu tahun depan, mending kami patungan gak sampai Rp100 juta per orang, lalu kami hajar pelapor melalui beragam cara agar kasus ini berhenti'. Itu lah bisik-bisik diluar. Namun, kami yakin Kejari Pekanbaru apalagi didukung Kejati Riau dan Kejagung pasti menindaklanjuti laporan ini," sebut Jackson.

AMATIR : Program Baru Padahal RESES

Dihubungi, LSM Amatir juga meminta Kejaksaan mengusut tuntas kasus Sosper tersebut. "Kami tantang DPRD Pekanbaru. Pertama, apakah Sosper selama ini ada diatur di Permendagri dan Masuk dalam Tatib (Tata Tertib)? Kan tidak masuk dalam TatibKedua, Sosper itu kok malah ada juga anggaran transportasinya. Padahal tunjangan transportasi sudah diatur dalam Nomenklatur tersendiri," papar Ketum DPP Amatir Nardo Pasaribu SH.

Ia berharap Kejaksaan secepatnya mencegah potensi-potensi lain dengan melakukan pendampingan secara ketat.

"Pertama dugaan Sosper, yang jelas tidak ada Tupoksi Legislatif mensosialisasikan Perda. Itu Tugas Eksekutif. Contoh menurut Menteri Hukum dan HAM Bapak Yasonna Laoly, KUHP baru disosialisasikan oleh Pemerintah dan DPR ikut diundang. Garis besarnya adalah DPR ikut diundang, jadi bukan sebagai pelaksana. Legislatif mensosialisasikan Rancangan Peraturan, itu pun melalui Nomenklatur Reses. Bukan Peraturan yang sudah disahkan. Kedua, ada lagi Pokir (Pokok Pikiran). Ketiga, ada lagi namanya Publik Hearing. Nah, yang ketiga ini apalagi sih? Hearing kan Rapat Dengar Pendapat (RDP), bisa dengan pemerintah dan bisa dengan masyarakat. Kalau dibuat dalam Kunjungan, ya masuk tetap ke Nomenkaltur Reses. Ini ibarat Publik Hearing sama dengan Lemon Tea dan RDP atau Reses sama dengan Teh Lemon. Biar agak lebih keren dan beda dibuat dalam bahasa inggris seolah-olah ada Nomenklatur baru. Ngaco!. Seolah-olah program baru, padahal tetap masuk di RESES!" tegas Nardo, Kamis sore.

Diuraikannya, ketentuan di Permendagri 80 tahun 2015 terkait ketentuan penyusunan Perda di lingkungan DPRD Kabupaten/Kota berlaku asas Mutatis Mutandis, yaitu dimungkinkan adanya perubahan Penting asal dalam kondisi Mendesak.

"Nah, pentingnya Sosper atau Publik Hearing ini apa dan apakah kondisi genting atau mendesak. Sudah jelas itu harus masuk ke Nomenklatur Reses. Yang kedua, Pokir itu ya usulkan saja di Musrenbang jadi sah. Bukan titip ke OPD," katanya lagi.

Ia meminta, Gubernur Riau, Kejati Riau, BPKP dan Kejari Pekanbaru agar serius mencermati persoalan tersebut.

"Bupati Kuansing pak Suhardiman sudah memulai UHC (Universal Health Coverage) dimana pakai KTP bisa berobat. Mending anggaran Sosper, Pokir atau Publik Hearing atau istilah-istilah aneh itu, dipakai buat UHC bagi masyarakat Pekanbaru," imbuhnya.

45 Dewan Diminta Inisiatif Patungan 

Sebelumnya, LSM meminta 45 Anggota DPRD Pekanbaru berinisiatif memberikan uang sebesar Rp17 jutaan per anggota setiap bulannya selama 21 bulan. (Baca : PETIR Minta 45 Anggota DPRD Pekanbaru Patungan Rp17 Juta Per Orang Per Bulan)

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Ormas Petir Jackson Sihombing kepada wartawan, Kamis (15/12/22). (Baca : Breaking News! Dugaan Korupsi Mark Up Tunjangan Rumah Pimpinan dan Anggota DPRD Pekanbaru Dilaporkan)

"Terkejut kami terheran-heran, dengan kasus ini, DPRD Riau sendiri mungkin tak berani berbuat begitu. Nekad. Makanya kami laporkan. Sudah jadi temuan, kok malah dianggarkan lagi 2 tahun berturut-turut?," ungkap Jackson.

Jadi, lanjut Jackson, seandainya Negara merasa lelah mengambil tindakan hukum baik Pidana dan Pengembalian Kerugian Negara atas Rp16,2 Milyar tersebut, maka, pihaknya berharap para Wakil Rakyat berinisiatif menyerahkan uang itu kepada masyarakat.

"Sekali lagi. Seandainya Negara lelah karena baru tahun ini ada PKN hasil Penanganan Perkarw Sosper sebesar Rp3 Milyar dari Anggota DPRD Pekanbaru di Kejari Pekanbaru. Nah, sebagai rakyat, kami tentu saja sah-sah saja berharap kepada 45 anggota DPRD Pekanbaru agar berkenan berinisiatif patungan sebesar Rp17.142.857 per anggota setiap bulannya, totalnya Rp771.428.565 per bulan terkumpul dan disumbangkan ke rakyat secara langsung. Inisiatif diperlukan agar aparatur hukum terbantu," ungkap Jackson.

Total jumlah per bulan itu dicicil selama 21 bulan, maka terkumpul Rp16.199.999.865.

"Masa jabatan mereka tinggal 21 bulan lagi hingga September 2024. Jadi Uang Negara Rp16,2 Milyar itu resmi kembali kepada rakyat secara langsung," rincinya.

"Pertanyaannya, kemana uang itu diserahkan? Ya terserah 45 Anggota itu. Apakah mereka mau buat posko penyaluran. Misalnya, ke rakyat yang membutuhkan, ke Panti Asuhan, menambah honor THL (Tenaga Harian Lepas), Guru-Guru Honorer, ke Dinas PUPR atau Perkim supaya bisa memperbaiki jalan dan drainase serta perbaiki fasilitas pemerintah yang rusak, ke petugas pengangkut sampah agar sampah tak menumpuk, sumbangan program UHC (Universal Health Coverage) agar masyarakat berobat bisa pakai KTP seperti di Medan, ke Yayasan Sosial. Pokoknya ke rakyat, bukan ke kami," jelasnya.

Menurutnya, cara ini dengan memberikan masukan secara persuasif mana tau mereka berinisiatif. (Baca : Jelas Pidana, Kejari Harus Ungkap Korupsi Mark Up Tunjangan Rumah Pimpinan & Anggota DPRD Pekanbaru)

"Kita tidak meminta atau menyuruh atau memaksa. Kita hanya mengharapkan ada inisiatif. Itu saja. Kami yakin Kejari Pekanbaru pasti bakal lelah memanggil puluhan bahkan mungkin hingga ratusan orang terkait laporan ini. Kami yakin Penegakan Hukum Pidana berjalan tahun depan. Tapi, kami pikir baiknya ada inisiatif sendiri lah dari mereka," katanya.

Sindir Tata Kelola di SKPD DPRD
Kemudian, lanjutnya, jika wakil rakyat itu sudah berinisiatif membagikan, sebaiknya dilaporkan juga dan dicatatkan tiap bulannya oleh Kabag Keuangan DPRD Pekanbaru.

Namun, Ia menyoroti juga dugaan-dugaan lain di SKPD DPRD Kota Pekanbaru.

"Pertama, tugasnya Kabag Keuangan sesuai Perwako Pekanbaru Nomor 90 Tahun 2016, yaitu bidang perencanaan anggaran, keuangan, aset, akuntasi dan pelaporan. Sebagai perencana, bukan malah ikut pula melaksanakan anggaran diluar urusan keuangan, aset, akuntasi dan pelaporan. Dia perencana, dia pelaksana, dia pembuat laporan, dia juga yang awasi hasil pemeriksaan BPK. Soal ini nanti kita surati Walikota, BPKP, BPK dan Inspektorat. Kenapa dibiarkan begini? Ini Prinsip Saling Uji atau Check and Balance tata kelola pemerintahan sudah dilanggar, kok Inspektorat memberikan persetujuan kepada Kepala SKPD untuk dijadikan KPA, mengelola anggaran hampir Rp100 Milyar," kesal Jackson.

Kedua, pihaknya juga menduga ada oknum memegang Anggaran hampir Rp50 Milyar di DPRD Pekanbaru, tanpa SK KPA.

"Kami akan merespon temuan-temuan ini dan sesegera mungkin menginformasikan ke aparatur negara. Pengawasan terbaik adalah dari masyarakat,"

Sebelumnya diberitakan, laporan dugaan Korupsi Mark Up Anggaran Tunjangan Rumah Pimpinan dan Anggota DPRD Pekanbaru di Kejaksaan Negeri dengan perkiraan kerugian keuangan Negara selama 3 (tiga) tahun, yakni 2020, 2021 bahkan 2022, mencapai Rp16 Milyar.

"Sudah kita laporkan barusan. Kita berharap Kejari Pekanbaru segera melakukan penyidikan. Tahun 2020 lalu, negara dirugikan Rp5,4 Milyar. Harganya tak wajar. Tapi kenapa malah dilakukan lagi tahun 2021 dan 2022 ini. Kalau dirapel, ini sudah akhir tahun, Rp16 Milyar sudah uang negara dibegal," ungkap Ketua Umum Ormas PETIR Jackson Sihombing didampingi Plt Sekjen Manuhar Silaen SH, usai menyerahkan berkas laporan ke Kejari Pekanbaru.

Diuraikan Jackson, Pemerintah Kota Pekanbaru tahun 2020 lalu, menganggarkan rumah jabatan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kota Pekanbaru.

Besaran perumahan tersebut, katanya, tercantum dalam dokumen pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Daerah (DPA-SKPD) Sekretariat DPRD kota Pekanbaru. Besaran tunjangan perumahan bagi Ketua DPRD, Wakil ketua DPRD serta Anggota DPRD bervariasi.

Dirincikan, untuk jabatan Ketua DPRD sebesar Rp22.000.000 per bulan, kemudian untuk jabatan Wakil Ketua DPRD sebesar Rp21.000.000 per bulan. Selanjutnya, diikuti oleh Anggota DPRD yang menikmati uang negara itu dengan nilai sebesar Rp20.000.000 per bulan.

Ternyata, hasil investigasi PETIR, untuk sewa rumah dengan kualifikasi luas tanah bangunan yang ada di kota pekanbaru yaitu, Rumah Tinggal dengan luas bangunan 160 dan 240 M2 jumlah satu unit, nilai sewanya Rp10.000.000 per bulan.

Untuk kualifikasi rumah tinggal 1 unit dengan fasilitas AC dengan luas 160 dan 240 M2 dihargai Rp11.000.000 per bulan.

Kemudian, untuk kriteria mahal sewa rumah tinggal di Kota pekanbaru dengan fasilitas AC dan perabotan dengan jumlah satu unit dan luas bangunan 180 dan 240 M2 harga sewanya per bulan Rp 12.000.000.

Terakhir, harga sewa rumah tinggal di Pekanbaru yang paling mahal diketahui memiliki luas bangunan 400 dan 360 M2 dengan jumlah unit harga sewanya Rp 20.000.000 per bulan.

Mengacu pada hal tersebut, terangnya, diduga bahwa Tunjangan Perumahan Jabatan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kota Pekanbaru tidak mengacu pada Standarisasi luas maksimal bangunan yang telah dipersyaratkan oleh Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 Bab III Rumah Dinas poin B angka I yang mengatur bahwa Rumah instansi/rumah dinas untuk pejabat eselon II anggota DPRD, Maksimal luas bangunanya seluas 150 m² dan luas tanah maksimal 350 m².

"Nah, kok bisa Satker DPRD Pekanbaru menggunakan luas bangunan melebihi standar Pemendagri itu? Harusnya, sesuai Permendagri itu, Tunjangan Rumah Ketua DPRD itu sebesar Rp12 juta sebulan dengan AC dan Perabot, tapi dianggarkan jadi Rp22 Juta per bulan. Lalu, Wakil Ketua yang harusnya Rp11 Juta per bulan, tapi diberikan jadi Rp21 Juta per bulan. Terakhir, anggota biasa yang harusnya Rp10 Juta per bulan, malah diberi Rp20 Juta per bulan. Artinya, rata-rata dugaan Mark Up melalui modus Luas Bangunan ini mencapai Rp10 Juta per bulan," papar Jackson.

Dilanjutkannya, dengan nilai dugaan Mark Up sebesar Rp 10 Juta per bulan, dikalikan 45 anggota DPRD dikalikan lagi frekuensi 12 bulan, maka, didapati hasil negara dirugikan sebesar Rp5,4 Milyar.

"Artinya, tahun 2020 saja, Negara sudah rugi Rp5,4 Milyar. Kenapa dianggarkan lagi pada tahun 2021 dan 2022, tahun ini. Oleh sebab itu, kami meyakini berdasarkan realisasi pembayaran tunjangan perumahan dibandingkan dengan nilai sewa yang memenuhi standarisasi, bahwa terjadi kerugian negara dari tahun 2020, 2021 dan 2022 sebesar Rp16 Milyar," ketusnya.

Jackson berharap, peristiwa pelanggaran hukum ini tidak bisa lagi melalui langkah solusi Pengembalian Kerugian Negara (PKN) saja. Sebab, kerugian negara tahun 2020 tidak diindahkan malah dilanjutkan kembali di tahun 2021 bahkan tahun 2022 ini.

"Ini bukti, uang negara sudah dibegal secara sengaja. Coba kita cek, sewa rumah macam apa Rp20 juta per bulan? Artinya selama 3 tahun ini, setiap anggota DPRD sudah mendapatkan minimal Rp720 Juta per orang. Gawat ini! Apalagi tahun 2020 dan 2021 kita didera krisis keuangan akibat Covid19. Jadi, tak mungkin lagi ini PKN semata. Selain PKN, harus segera ada tersangka dari pihak-pihak yang terlibat apalagi yang terlibat dalam proses penganggaran untuk tahun 2021 dan 2022?," tegas Jackson.

Pelanggaran Pidana Telak Terjadi

Beberapa hari lalu, Jackson juga sempat merespon tanggapan Plt Sekwan DPRD Kota Pekanbaru Maisisco terhadap laporan dugaan yang dilaporkan. (Baca : Unsur Pidana Jelas, Kejari Harus Tangkap Dalang Korupsi Mark Up Tunjangan Rumah Pimpinan dan Anggota DPRD Pekanbaru)

"Kami sudah baca berita. Cek saja apakah komentarnya membantah ada Mark Up. Mana berani dia bantah ada Mark Up Anggaran tahun 2020 itu. Karena ada temuan Kerugian Negara Rp5,4 Milyar Tapi malah dianggarkan lagi tahun 2021 dan 2022. Jadi berapa total kerugian, ya Rp16 Milyar. Negara sudah menegur tahun 2020 itu, bukannya dikembalikan kerugian negara tapi malah dianggarkan 2 tahun berikutnya. Mens Rea nya jelas, ada niat jahat padahal sudah tau merugikan negara. Tak hanya PKN (Pengembalian Kerugian Negara) lagi itu. Unsur pidananya jelas. Mari kita kawal untuk segera dijadikan tersangka," kata Ketua Umum Ormas PETIR Jackson Sihombing, Rabu (07/12/22).

Dalam responnya, Maisisco meminta awak media mengkonfirmasi detail kasus itu ke Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Sekretariat DPRD Kota Pekanbaru.

Awak Beritariau.com mencoba mengkonfirmasi Kabag Keuangan bernama Firman, pada Selasa (06/12/22) kemarin, namun gagal. Ruangannya terkunci. (*)