Tak Restui Pernikahan Tapi Cucunya Diambil

Relasi Kuasa! Pejabat Kemenkeu Ini Jebloskan Putri dan Menantu ke Sel Lalu Rebut Cucunya..

INSET - Pasangan Suami Istri James Silaban (Kiri Atas), Elisabet Oktavia (Kanan Atas) dan Bayi Mungil Mereka Berjenis Kelamin Laki-Laki (Bawah). Bayi itu Diambil Paksa Saat Berumur 3 Hari Oleh Orang Tua Elisabet, Lisbon Sirait dan Nurbetti. Elisabet dan James Ditahan Atas Laporan Lisbon Sendiri | Istimewa

Beritariau.com, Pekanbaru - Bermodalkan sepucuk surat, pasangan suami istri Lisbon Sirait dan Nurbetti mengambil cucu mereka yang baru berusia 3 hari. Cucu tersebut merupakan  buah pernikahan putri mereka Elisabeth Oktavia Sirait (28) dengan James Silaban (27).

Elisabet dan James kini mendekam di balik jeruji, dan pengambilan bayi itu tanpa seizin mereka berdua. Padahal, keduanya ditahan atas laporan pihak Lisbon sendiri. Lisbon dan Istrinya tak merestui Elisabeth menikahi James.

Kasus ini bermula ketika mereka melaporkan seorang warga Pekanbaru bernama Victor Harianja, yang diduga memalsukan tanda tangannya di Surat Keterangan Pernikahan Elisabeth dan James di Gereja. Victor ditangkap Polisi. Elisabet dan James ikut masuk sel karena meminta Victor memalsukan tanda tangan Lisbon di surat pernikahan itu.

Saat ditahan dalam menjalani Sidang di Pengadilan, Elisabeth melahirkan. 3 hari kemudian, Lisbon dan Nurbetti malah merebut paksa bayi berjenis kelamin laki-laki itu dari pelukan Elisabet. Tanpa izin Elisabeth dan Suaminya, James.

Penasihat Hukum Elisabet dan James, Darwis Sinaga SH pun mempertanyakan kenapa Pihak Pelapor diizinkan menguasai Bayi kliennya selaku Terlapor. Ia juga heran kenapa ada 3 (tiga) Pelapor dalam kasus ini.

Menurutnya, meskipun Lisbon dan Nurbetti adalah Orang Tua Elisabeth, namun dalam kasus ini, mereka berstatus sebagai Pelapor.

"Pertama, menurut surat dakwaan, Lisbon Sirait melapor ke Polda Riau," kata Darwin, Rabu (17/11/21).

Kedua, lanjutnya, menurut Surat Panggilan Ditreskrimum Polda Riau dengan nomor: S.pgl/652/VI/RES1.9./2021, menyebutkan bahwa, pelapor kliennya Abel Tua Sirait.

Ketiga, setelah perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, nama Pelapor berubah menjadi Nurbetti.

"Nama pelapor kembali berubah saat kejaksaan mengeluarkan surat perpanjangan tahanan. Nah, jelas ketiga pihak ini adalah pihak Pelapor tapi bayi terlapor dalam penguasaan Pelapor. Hukum macam apa ini?," kata Darwin.

Surat perpanjangan tahanan itu, kata Darwin, dikeluarkan Kejati Riau dengan nomor B-2523/L.4.1./Eku.1/08/2021.

"Kami dari tim Penasihat Hukum menduga ada Penyelundupan Hukum. Ini lah namanya pengaruh dari 'Relasi Kuasa'," ujar Darwin.

Pengambilan Bayi Elisabeth juga tidak jelas dasarnya karena hanya bermodalkan sepucuk surat berjudul 'Surat Permohonan dan Tanda Terima'.

Beritariau.com mendapatkan salinan surat itu dari pengacara Elisabet dan James, Darwis Sinaga SH. (Klik : Surat 'Sakti' Bukti Negara Terlibat Rebut Paksa Bayi dari Pelukan Ibu yang Ditahan)

Surat yang masih misterius keabsahannya itu menjadi 'Sakti' lantaran Aparat Negara dari Kementerian Hukum dan HAM serta Kejaksaan ikut menandatangani.

Anehnya, meski judulnya Surat Permohonan dan Tanda Terima, namun dalam surat itu, tidak ada satu pun dari pihak Elisabet maupun James, selaku orangtuanya dimuat selaku Orang Tua Kandung Bayi mungil tersebut.

Kejadian ini memilukan. Elisabet tak rela Bayi mereka diambil oleh Lisbon dan Nurbetti, orangtuanya, yang justru tak merestui pernikahan dirinya dengan James dan membuat mereka mendekam di balik jeruji lantaran memalsukan tandatangan Lisbon di Surat Keterangan Nikah di Gereja.

Saat Persidangan, pasutri yang ditahan di tempat berbeda ini, hanya bisa meratap sedih kepada Hakim dan kepada Negara. Ia menolak Bayinya diambil paksa darinya. Elisabet dan James meraung.

"Orangtua saya tidak beretika! Anak saya baru berumur 3 hari diambil paksa dari pelukan saya saat kondisi fisik saya belum stabil usai melahirkan," kata  Elisabeth saat dilakukan video call bersama suaminya James Silaban, usai sidang online di PN Pekanbaru.

Keduanya, video call saat ditahan di Rutan Sialang Bungku Pekanbaru, Kamis, (21/10/21) lalu.

Dilanjutkannya, pengambilan anaknya  yang baru berusia 3 hari dilakukan oleh orangtuanya, LS, didampingi Jaksa dan 2 oknum kepolisian Polda Riau, saat dirinya akan diantar ke Lapas Perempuan di Pekanbaru pada hari Sabtu, (16/10/21) pada pukul 13.00 wib lalu.

"Saat itu, kondisi saya sangat lemah pasca melahirkan," singkatnya sambil bercucuran air mata.

"Saya kecewa dan sedih bang. Kenapa mertua saya (Lisbon), mengambil anak kami yang baru umur 3 hari. Mereka yang melaporkan kami berdua, kenapa mereka juga mengambil anak kami. Saya belum melihat buah hatiku seperti apa wajahnya," sambung James.

Pada saat melahirkan itu, Ibu James sendiri yang menemani Elisabet. "Akan tetapi, mama saya tidak bisa melihat cucunya sendiri," sambungnya lagi.

James meminta keadilan kepada penegak hukum dan masyarakat.

"Tolong kembalikan anakku itu, dia darah dagingku dan ingin melihatnya. Kepada penegak hukum, saya meminta keadilan untuk bisa melihat anak dan buah hati saya dengan Elisabeth yang diambil paksa oleh mertua saya. Saya ingin melihat anak saya yang lahir kedunia," harapnya dengan air mata

Mirisnya, Darwis Sinaga selaku pengacara Elisabet dan James, yang berniat melaporkan kasus pengambilan anak tanpa izin itu, malah ditolak oleh Polda Riau.

Bahkan, Kak Seto dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Riau Ester Manurung pun sempat mendatangi rumah Lisbon dan Nurbetti di Jakarta. Namun, pihak rumah yang dituju sesuai alamat Lisbon mengatakan mereka salah alamat.

Kepada media, Ester mengakui bahwa proses pengambilan anak itu ada aturan dan proses yang mengatur. Lisbon dan Nurbetti, kata Ester, sudah melanggar UU Perlindungan Anak (PA).

Apapun itu, kata Ester, tidak boleh anak (bayi) dipisahkan dari Orangtua kandung. Tanpa izin dan persetujuan dari Orangtua kandung. "Terkecuali orangtua sedang mengalami gangguan jiwa," ucap Esther, Senin (09/10/21) lalu.

"Tidak ada istilah rawat sementara, adopsi sementara, atau karena orangtuanya di Lapas dan bayi tidak dibolehkan masuk lapas karena Covid. Tanpa persetujuan orang tua, bayi tidak boleh dirawat siapapun. Sekalipun Kakek, Nenek, Opa, Oma nya," tegasnya

Semua ada proses dan aturannya tidak bisa mengambil begitu saja, katanya. LPAI akan ungkap ini kepada siapa ditujukan. Karena, jika tidak ada persetujuan dari Orangtua kandung, maka hal ini sudah melanggar UU PA.

Inlaning Kecam Keterlibatan Negara
Menyikapi persoalan ini, Direktur Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) Dempos TB mengecam sikal Negara dalam pengambilan anak itu. Menurut Dempos, kekuasaan membuat Hukum dan Aparaturnya dipakai seenaknya dan Restorative Justice hanya slogan.

"Terjadi di depan mata kita. Tapi tak ada satu pun aparat negara bisa berbuat atas tragedi kemanusiaan ini. Dalam konflik keluarga berujung pidana ini negara harus hadir menyelesaikan, memilah perbuatan dan dampaknya terhadap kemanusiaan. Restorative Justice hanya slogan ternyata, jika kekuasaan bisa memakai hukum seenaknya," tegas Dempos kepada Beritariau.com, Jumat (12/11/21).

Soal surat, Dempos menguraikan, sebagai aparatur negara, Pihak Lapas dan Jaksa harusnya menolak menandatangani surat tersebut. Sebab, Pihak Pertama dalam Surat Pengambilan Anak adalah orangtua kandung anak sendiri. Yang bersedia menyerahkan kepada pihak kedua.

"Harusnya pihak pertama itu adalah orangtua kandung bayi itu sendiri. Lalu pihak kedua adalah yang menerima Bayi. Kenapa Jaksa dan Pihak Kemenkumham yang justru mengerti Hukum, malah jadi saksi dalam surat yang berpotensi menjadi perbuatan pidana itu. Kalau judulnya 'Surat Permohonan dan Tanda Terima', maka surat itu 'memohon' kepada siapa?. Kok pihak kesatu dan pihak kedua justru memohon kepada dirinya sendiri, lalu mereka sendiri yang mengambil anak itu. Surat model apa itu kok diloloskan Aparat Negara," paparnya.

Dempos meminta Menkopolhukam, Jaksa Agung dan Menkumham mencopot dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat melegalkan pengambilan anak itu tanpa aturan.

"Negara tidak hadir disini. Justru aparat negara terlibat. Mereka (JPU dan Kasi Binadik, red) harus dicopot, dievaluasi dan diberikan sanksi," kata Dempos.

Tak hanya itu, Dempos juga menyoroti Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Menurutnya, saat perkara sudah masuk ke Pengadilan, segala sesuatu yang terkait kepada Terdakwa, Barang Bukti harus dalam persetujuan Majelis.

"Majelis jangan hanya diam dan seolah-olah kaget. Kasus ini sungguh miris dan mengusik nurani publik," tegas Dempos.

Lisbon Sirait Diperiksa KPK Soal Harta
Lisbon Sirait adalah Direkur di Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan. Kepada Hakim di Persidangan PN Pekanbaru, Ia mengaku diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dirinya sebagai Pejabat Tinggi Negara.

Pemeriksaan itu, diduga terkait hartanya yang berjumlah fantastis yang disimpannya atas nama anak-anaknya, termasuk atas nama Elisabet berjumlah Milyaran Rupiah.

Dalam dakwaan Victor, Lisbon mengaku jika pernikahan Elisabet dan James terjadi, maka harta keluarganya atas nama Elisabeth berpotensi dikuasai Pasangan muda itu.

Kakanwil Kemenkumham Riau Merespon
Menanggapi keterlibatan anak buahnya dalam pengambilan Bayi tersebut tanpa izin orangtua yang menjadi tahanan, Kepala Kanwil Kemenetrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Riau Pujo Harianto, menyesalkan peristiwa tersebut

"Saya turut perihatin atas kejadian tersebut," ungkap Pujo, Rabu (10/11/21) kemarin melalui pesan singkat kepada Beritariau.com.

"Akan segera kami dalami serta kami lakukan penyelesaian yang baik bagi semua pihak," lanjut Pujo.

Sebelumnya diberitakan, Darwin selaku penasehat Hukum protes keras. Sebab, kasus itu sudah dilimpahkan ke Pengadilan, namun dalam surat permohonan pengambilan bayi itu ada 2 (dua) orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertanda tangan dan Kepala Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik (Kasi Binadik) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai saksi, sedangkan Hakim pengadilan tidak tahu.

"Dua oknum JPU itu merupakan penuntut umum klien saya, mereka pasti tahu perkara ini. Tapi kenapa, mereka membiarkan bayi itu diambil oleh pihak Pelapor dan ini tanpa sepengetahuan Hakim pengadilan," ujar Darwin.

Merawat Sementara atau 'Membesarkan'
Menjawab tuduhan Darwin, Kuasa Hukum Lisbon, Depris tak menampik jika kliennya yang mengambil bayi itu. Ia justru berdalih, Orangtuanya Bayi (Elisabet dan James) harus kembali ditahan dan bayi tidak boleh ikut.

"Saat itu, Bayi dibawah pengawasan jaksa," kata Depris beberapa waktu lalu, di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Karena itulah, sambung Depris, Lisbon dan Nurbetti membuat surat ke Jaksa untuk mengambil Bayi itu dengan dalih bertanggung jawab. Depris berkeras, pengambilan bayi itu tidak harus diizinkan oleh James dan Elisabeth selaku Orangtua kandung.

"Kan ini rawat sementara," katanya.

Padahal, dalam Surat Permohonan dan Tanda Terima itu tidak ada disebutkan kata pihak Lisbon dan Nurbetti hanya berniat merawat 'Sementara' melainkan mereka akan 'Membiayai, Merawat dan Membesarkan' bayi tersebut seperti tertuang dalam surat itu bermaterai itu.

Kejaksaan Membela
Kasipenkum Kejati Riau Marvelous saat dikonfirmasi mengarahkan untuk mengonfirmasi dahulu ke Pihak Rutan terkait prosedur penanganan tahanan yang memiliki bayi. Ia justru membela tindakan kedua Pengacara Negara tersebut.

"Jaksa yang menangani perkara, sudah melaksanakan prosedur yang ditetapkan oleh pihak rutan. Dan juga Jaksa tidak pernah melakukan penjamin apapun," jawab Marvel, Rabu (10/11/21) lalu.

Disinggung, terkait tanggapan Kak Seto yang tidak membenarkan tindakan itu. Marvel kembali melemparkan ke Pihak Rutan. "Sudah tanya Rutannya?," tanya Marvel. (*)