Kinerja Kapolda Riau 100 hari dinilai stagnan oleh Jikalahari, apa kata polisi?

Beritariau.com, Pekanbaru - Kepala Kepolisian Daerah Riau, Irjen Pol Nandang hari ini Rabu (13/12/2017) tepat 100 hari menjabat menggantikan Irjen Pol Zulkarnain. Salah satu harapannya ketika baru menjabat adalah tuntasnya pertama perkara lingkungan dan kehutanan yang menjadi permasalahan di Riau.

Namun menurut Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI) kinerja 100 hari Kapolda Irjen Pol Nandang stagnan terkait penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Oleh karena itu, pihaknya mendesak kepada Kapolri Tito Karnavian mengevaluasi kinerja Kapolda Riau Irjen Pol Nandang. 

"Penyelidikan dan penyidikannya seperti dibiarkan stagnan begitu saja oleh Kapolda Riau. Ada apa ini?" kata Wakil Koordinator Jikalahari, Made Ali, Rabu (13/12/2017).

Stagnan proses tersebut, lanjutnya, seperti proses hukum atas 33 korporasi yang dilaporkan Koalisi Rakyat Riau (KRR) dan Jikalahari yang beroperasi dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin. 

Saat dilaporkan, Kapolda Riau sebelumnya sudah empat korporasi yang masuk dalam penyelidikan dan dua diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu, PT Hutahean dan PTPN V. Namun sisanya masih dalam penyelidikan.

Kemudian berlanjut di era Irjen Pol Nandang menurut Made belum ada perkembangan terkait kelanjutan penyelidikan terhadap 33 korporasi tersebut. Semestinya, lanjut dia, Kapolda Nandang secepat kilat menetapkan 33 korporasi sebagai tersangka dan secepat kilat pula menyerahkan berkasnya ke kejaksaan. 

Selain 33 itu, Jikalahari bersama Koalisi Etes of Forestation juga telah melaporkan 49 korporasi diduga pelaku kebakaran hutan dan lahan pada 2015. Laporan ini diserahkan pada Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain pada 18 November 2016.

"Sampai detik ini, Jikalahari belum menerima Surat Pemberitahuan Perintah Hasil Penyelidikan (SP2HP) dan perkembangan status penyelidikan dan penyidikan 49 korporasi tersebut. Berani tidak Irjen Pol Nandang menetapkan 49 korporasi tersebut sebagai tersangka?" kata Made Ali.

Di luar laporan 33 dan 49 korporasi, lanjutnya perkembangan penyidikan PT Sontang Sawit Perkasa dan Penyelidikan PT Andika Permata Sawit Lestari serta pidana terhadap pekerja PT APSL juga dinilai stagnan.

Atas persepsi tersebut, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, AKBP Gideon Arief Setiawan menyampaikan bahwa pihaknyalah yang banyak menangani perkara lingkungan. Dia membantah prosesnya berjalan stagnan. 

"Mungkin perspektifnya melihat dari depan, yang tentu tidak terlihat berjalan. Perkara ini tidak sederhana, tapi terimakasih pada JIKALAHARI telah mendukung kami dan ini kami jadikan cambuk untuk akselerasi," ujarnya.

Terkait 33 perusahaan itu, jawabnya tidak bisa serta secara serentak disidik langsung. Pihaknya harus melakukan verifikasi terhadap temuan Panitia Khusus DPRD Riau itu di lapangan.

"UU Kehutanan membatasi 90 hari sejak penyidikan, tentu tidak bisa semuanya periksa secara komprehensif dan mengukur luasan lahan," ujarnya.

Perkembangannya sudah ada PT Hutahean yang telah P19 dan segera diserahkan ke kejaksaan. PT SSP sudah dua kali P21 dan PT APSL itu perkaranya ditangani Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Terkait laporan JIKALAHARI ke Kapolda Riau sebelumnya Irjen Pol Zulkarnain, pemintaan SP2HP itu hanya kepada pelapor dan tersangka. Dalam hal ini yang disampaikan JIKALAHARI itu adalah penyampaian dokumen. 

Laporan yang bisa diminta SP2HP adalah yang sudah diselidiki. Laporannya adalah yang model A, yang dibuat oleh polisi sendiri.(bas)