Pantau Kerukunan Beragama di Riau, Setara Institute Gelar Diskusi Bersama

Ilustrasi | Beritariau.com 2014

Beritariau.com, Pekanbaru - Jelang era pemerintahan yang baru Jokowi - JK, Institute for Democracy and Peace, Setara Institute, menjaring sejumlah isu terkini terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan di sejumlah daerah di Indonesia.

Setara Institute mengundang sejumlah lembaga penting penyokong kerukunan umat beragama dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Round Table Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Zuri, Pekanbaru, Selasa (2/9/14).

"Kita menampung isu-isu lokal sekaligus memaparkan middle-report (Laporan Tengah Tahun, red) hasil pemantauan kami mulai Januari hingga Juni 2014," kata Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos.

Pertemuan tersebut dihadiri pengurus beberapa organisasi antara lain ; Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Riau, Dosen UIN Susqa Riau, Perwakilan Ahmadiyah Pekanbaru, organisasi pemantau HAM yakni PAHAM Riau, GAMKI Kota Pekanbaru, LBH Pekanbaru dan perwakilan Gereja.

"Kerukunan itu harus diawali dengan ketaatan terhadap aturan. Tidak boleh juga mengatasnamakan kebebasan atas dasar HAM jika kebebasan itu mengusik orang lain," kata Ketua FKUB Provinsi Riau, Dr Abdul Razak MM saat diskusi.

Ada tanggapan senada bahkan ada yang berlawanan dijadikan bahan masukan sebagai bahan laporan. "Ini semua kita jadikan input sebagai bahan kajian kami," kata Bonar.

Dalam laporan tengah tahunnya, Setara Institute melihat ada gejala positif terhadap kerukunan umat khususnya dalam kebebasan beribadah. Dibandingkan tahun 2013 lalu, beberapa kasus pelanggaran yang menjadi sorotan oleh mereka, hingga pertengahan tahun 2014 ini banyak menurun.

Pada pelanggaran yang tergolong pada kategori tindakan negara menurun drastis, antara lain ; tindakan pembiaran pada tahun 2014 sebanyak 4 dari 12 kasus pada tahun 2013. Tindakan penyegelan tempat ibadah sebanyak 2 kasus dari 11 kasus tahun 2013. Tindakan diskriminasi pada 2014 sebanyak 5 kasus dari 8 kasus tahun 2013. Dan tindakan berupa pernyataan pejabat negara yang provokatif dan mengundang adanya tindakan kekerasan, biasa disebut condoning terjadi sebanyak 2 kasus dari 4 kasus di tahun 2013 lalu.

Sedangkan pelanggaran dalam kategori non negara atau tidak disebabkan oleh pemerintah juga menurun bahkan ada yang sama sekali berhenti misalnya tindakan intoleransi menurun menjadi 13 kasus dari 19 kasus di tahun 2013. Dan tindakan diskriminasi, teror bom molotov dan pembakaran tempat ibadah di tahun 2014 sama sekali tidak ada dibandingkan pada tahun sebelumnya.

"Hasil temuan kita pada pemantauan di Riau ini akan menjadi parameter untuk kajian selanjutnya dan akan kita sampaikan kepada pemerintah," kata Bonar. [red]

Tags :# politik