Hakim Izinkan Terdakwa Berobat Tinggalkan Sidang

Terdakwa Muntah Saat Sidang Korupsi Alkes RSUD Riau

Yuni Saat Jalani Sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru

Beritariau.com, Pekanbaru -  Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR), Yuni Efrianti SKp, yang merupakan terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD Arifin Achmad, muntah saat sidang. 

Hakim memberikannya izin izin keluar penjara untuk berobat ke rumah sakit selama 8 jam.

Saat menjalan sidanb dengam agenda eksepsi atas dakwaan jaksa itu, Yuni terlihat pucat menahan sakit. 

Dia terlihat mengigil dan tidak lagi sanggup mengikuti persidangan dengan agenda eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (9/1/2019).

Dia juga beberapa kali terlihat menahan  rasa mual. Lalu, mengeluarkan kantong plastik yang dibawanya untuk menampung muntah.

Melihat hal itu, penasehat hukum Yuni mengajukan permohonan lisan kepada majelis hakim untuk mengizinkan kliennya berobat. Setelah berkoordinasi, majelis hakim akhirnya mengabulkan permohonan tersebut.

"Kami berikan izin kepada saudari Yuni untuk berobat di rumah sakit. Silahkan berobat," kata ketua majelis hakim, Saut Martua Pasaribu, didampingi hakim anggota Asep Koswara dan Hendri.

Majelis hakim memberi izin kepada Yuni untuk keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan dan Anak, Kamis (10/1) dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Yuni akan menjalani perawatan di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.

"Silahkan menjalani perawatan di Rumah Sakit Awal Bros. Setelah selesai, kembali lagi ke Rutan," kata Saut.

Selanjutnya, Saut meminta bantuan kepada petugas Kejaksaan Negeri Pekanbaru untuk membawa Yuni keluar dari ruang sidang.  Dengan tertatih menahan sakit, dia dituntut keluar  oleh seorang pria.

Dalam kasus ini, CV PMR ikut terlibat membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di staf fungsional RSUD Arifin Achmad. 

Pembelian itu, pesanan  dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktur CV PMR, Yuni Efrianti.  Lalu dimasukkan ke Bagian Keuangan.

Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.

Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah.

CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan  ke distributor masing-masing.

Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD Arifin Achmad sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD Arifin Achmad.

Selama medio 2013 dan 2013, Direktur CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.

Dari audit penghitungan  kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222.  Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter. [ard]