Penyidik Masih Enggan Sebut Nama Tersangka

Polda Riau Tetapkan Tersangka Baru Korupsi Pipa Inhil

Polda Riau Tetapkan Tersangka Baru Korupsi Pipa Inhil

Beritariau.com, Pekanbaru - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau kembali menetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi PDAM di Kabupaten Indragiri Hilir.

Penetapan tersangka baru itu diketahui dari adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirim penyidik ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Kepala Seksi Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan di Pekanbaru, Kamis (30/8/2018) menjelaskan dalam SPDP itu disebutkan ada penambahan tersangka baru dalam penyidikan itu. 
     
Akan tetapi, dia mengatakan dalam SPDP itu, penyidik Polda Riau tidak mencantumkan nama tersangkanya. 

"Benar, kita terima satu SPDP lagi dari Polda Riau medio Agustus lalu," katanya. 

Sebelum ini, Polda Riau diketahui juga telah mengirimkan dua SPDP pada Juni 2018 lalu. Namun, dari dua SPDP terdahulu itu, Polda Riau juga belum kunjung mencantumkan nama tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp3,4 miliar tersebut. 

"Ketiga SPDP itu, masih belum mencantumkan nama tersangka," ujar mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Pekanbaru ini.

Sementara itu, dari informasi yang diperoleh, Polda Riau telah menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara itu. Diantaranya adalah pihak kontraktor berinisial HA dan konsultan pengawas berinisial SY. 

Selain itu, ada dua orang lagi yang sudah ditetapkan sebagai pesakitan. Yakni, Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Terbitnya tiga SPDP tanpa nama tersangka tersebut kata Mispidauan, berdasarkan petunjuk jaksa terkait berkas perkara dua tersangka Stevanus P Simalonga dan Edi Mufti.

"Dalam petunjuk kita itu, dinyatakan adanya keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab dalam perkara ini," katanya.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan, juga belum mau menyebutkan siapa tersangka yang baru ditetapkan itu. Tapi, dia membenarkan adanya penambahan tersangka.

Diketahui, dalam proses penyidikan di Polda Riau, penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih itu.

Selain itu, dalam proses penyidikan, penyidik juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, yang dalam proyek tersebut menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau, saat itu.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. 

Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800. [Don]