Kader PDI-P di Pekanbaru Laporkan Mafia Tanah yang Libatkan Oknum Polisi
Beritariau.com, Pekanbaru - Riswanto Sihombing (41), Kader Partai PDI Perjuangan Kota Pekanbaru hampir putus asa tak menyangka ditipu bulat-bulat. Upayanya mencari keadilan atas uangnya yang ditilap kelompok Mafia Tanah secara persuasif tak membuahkan hasil.
Bendahara Ranting di PAC PDI Perjuangan Kecamatan Payung Sekaki ini akhirnya melaporkan dugaan praktik kelompok mafia tanah yang melibatkan oknum Anggota Polri, Selasa (9/7/2024). Laporan dibuat di Kepolisian Daerah (Polda) Riau dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor STTLP/LP/B/225/VII/2024/SPKT/Polda Riau.
Kader PDI Perjuangan ini tiba di Mapolda Riau, Selasa pagi. Kedatangannya turut didampingi rekan-rekan di organisasinya Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR) sebagai bentuk solidaritas. Ia juga aktif menjadi Pengurus di organisasi tersebut.
Ia menjadi korban dugaan praktik mafia tanah. Sebelumnya, oknum Polri yang bertugas di Kepolisian Resor Bengkalis berinisial Bripka IKS telah dilaporkan ke Bidang Propam Polda Riau berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP2) Nomor R/44/WAS.2.4./IV/2024.
"Dari Propam sudah menyatakan bahwa oknum polisi itu terbukti dan sekarang masih menunggu sidang etik," ungkapnya usai membuat laporan, Selasa siang.
Menurut dia, modus Ketut yakni menjual tanah kaveling yang berlokasi di Jalan Sidorukun Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru. Padahal tanah itu atas nama orang lain.
IKS melakukan penjualan melalui orang suruhannya bernama Suhana yang juga turut sebagai terlapor. Orang itu mengaku sebagai perwakilan dari IKS untuk menjual tanah sekitar 1 hektare itu secara kaveling.
Suhana memperdaya agar pembeli percaya dengan menunjukkan bukti kepemilikan IKS atas tanah. Bukti itu berupa fotokopi surat tanah atas nama Jonni. Dilampiri kuitansi pembelian IKS dari Jonni seharga Rp200 juta.
"Jadi seakan-akan oknum polisi itu sudah membeli tanah induk dari Jonni dengan harga 200 juta. Tanah itulah yang dijual lagi secara kaveling," ujarnya.
Riswanto pun menyerahkan uang muka sebesar Rp40 juta pada Agustus 2022. Harga kaveling itu Rp54 juta. Sisanya akan dibayarkan atau pelunasan dilakukan setelah Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) atas namanya diterima.
"Janjinya SKGR selesai dalam tiga bulan setelah uang muka diserahkan. Tapi sampai sekarang, SKGR itu nggak ada. Alasannya berbelit-belit. Yang katanya lah langsung dinaikkan ke sertifikat, tapi itu hanya omong kosong," ujarnya.
Saat itulah ia melihat ada gelagat yang tidak beres. Pada pertengahan 2023, ia pun meminta uangnya dikembalikan. Sampai laporan dugaan penipuan itu dibuat, uangnya tak kunjung kembali.
Ia sudah berupaya mengkomunikasikannya dengan Suhana. Begitu juga dengan IKS. Keduanya hanya berjanji bahwa uang akan dikembalikan.
"Mereka berdua hanya janji ke janji. Katanya masih menunggu tanah di tempat lain terjual lah, menunggu uang mereka cair lah, macam-macamlah alasannya. Awalnya dipikiran saya, karena dia anggota Polri tak mungkin dia menipu. Tapi ternyata saya kena tipu, jadi saya berharap agar para kelompok ini dipenjarakan semua," ujarnya kesal.
Ia mengatakan, Ketut tetap tidak menunjukkan itikad baik meski persoalan ini sudah dilaporkan ke Bid Propam Polda Riau.
Menurut dia, korban dugaan praktik mafia tanah itu bukan dirinya saja. Ada beberapa yang sudah memberikan uang muka, bahkan telah melakukan pelunasan yang senasib dengannya.
"Di kaveling itu sudah ada beberapa warga yang beli. Ada masih kasih DP (down payment), ada yang sudah lunas. Tapi surat tanah mereka belum jelas sampai sekarang," ungkapnya.
Riswanto meminta Kepala Kepolisian Daerah Riau, Irjen Pol. Mohammad Iqbal memberi atensi terhadap perkara ini. Ia berharap, pelaku segera ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
"Tolong Pak Jenderal, tangkap dan penjarakan semua yang terlibat dalam perkara ini," pintanya didampingi salah satu Pengurus PDI Perjuangan tingkat Provinsi Riau, Manuhar Silaen, S.H.
Pada kesempatan yang sama, Manuhar yang juga Pengurus PDI Perjuangan Riau merasa prihatin praktik mafia tanah memakan teman separtainya. Menurut dia, korban memiliki impian memiliki tanah hanya untuk dibangunkan rumah tinggal.
Selama ini, kata dia, korban tinggal mengontrak. Sedangkan uang muka yang diserahkan itu, sudah ditabung bertahun-tahun dari pekerjaan sebagai buruh tukang bangunan.
"Di partai juga, saudara kami ini memiliki loyalitas yang tinggi dan tegak lurus dengan perintah partai," katanya yang juga pengacara ini.
Sementara itu, Ketua Umum PETIR, Jackson Sihombing menyatakan ormas yang dipimpinnya akan mengkawal penanganan perkara ini. Ia meminta kasus ini ditangani sampai tuntas.
"Kita akan melakukan berbagai upaya sampai pelaku ditangkap, diadili, dan divonis pengadilan. Praktik mafia tanah harus ditumpas," tegasnya. (*)