BPN dan PT Jondul Kangkangi Putusan Mahkamah Agung, Surat HGB Terbit Menjadi SHM di Atas Lahan Warga

Beritariau.com, Pekanbaru - DPC LSM AMAN RI Kota Pekanbaru tuding Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru sekongkol dengan PT. Jondul rampas lahan warga yang berada di Jalan H. Damiri di Kelurahan Sekip, Kecamatan Limapuluh, Kota Pekanbaru.
Ketua DPC LSM AMAN RI Roter Priot Manulang mengatakan, tudingan itu diperkuat data dan surat yang tidak selaras serta putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 154/PK/PDT/2018. Dimana permasalahan tanah yang diduduki PT. Jondul saat ini telah dimenangkan ahli waris bernama Tahrel usai PT. Jondul melakukan penggugatan tanah milik warga itu berkali-kali.
Diketahui BPN Kota menerbitkan SHM diatas putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 154/PK/PDT/2018, usai dikeluarkan oleh BPN HGB 688 dan HGB 689 dilahan warga yang saat ini di duduki PT. Jondul.
Permasalahan tanah itu sebelumnya merupakan milik warga bernama Tahrel seluas 2.862 m² diperoleh dari hasil tebang tebas warisan orang tuanya sejak 1972 yang kini diklaim milik PT. Jondul berdasarkan sertifikat HGB 688 dan berbuah menjadi HGB 689 yang telah berjalan 10 tahun lebih seluas 9.680 m².
Hingga permasalahan itu berlanjut ke tingkat tinggi Mahkamah Agung dan akhirnya tanah tersebut dikuasakan oleh Tahrel usai PT. Jondul melakukan penggugatan berkali-kali di tahun 2013-2019 yang silam.
"Kami menduga kuat, instansi pemerintah dari yang terkecil, BPN hingga pengadilan negeri pekanbaru bermain mata dengan PT. Jondul melakukan perbuatan melawan hukum. MA menyatakan tanah itu diberikan kepada selaku ahli waris, namun hingga kini tak kunjung di eksekusi oleh PN," kata Roter Selasa (14/11/2023).
Roter mengatakan, PT. Jondul menduduki tanah di wilayah itu dengan cara merekayasa surat-surat tanah diatas lahan milik warga yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun. Terkait permasalahan tersebut, pihaknya mengaku telah menyurati BPN Kota Pekanbaru namun BPN tak kunjung memberikan respon apapun terkait surat tanah yang di miliki PT. Jondul diatas lahan milik warga itu.
"Kita sudah surati BPN mengenai HGB 688 dan HGB 689 dikeluarkan di objek yang sama di tanggal, bulan, tahun yang sama. Keputusan PN, PT, KY, PK bahkan tetapan eksekusi PN sudah pernah dibuat bahwa HGB688, HGB689 sudah digugurkan. Namun surat klarifikasi kita sudah mau tiga minggu, sampai saat ini belum di balas dari pihak BPN," jelasnya.
"Saat ini kita masih menunggu jawaban dari pihak BPN atas permasalahan tersebut. Bagaimana mereka bisa menerbitkan surat itu, apakah melalui prosedur atau tidak. Jika memang tidak kooperatif, kita akan laporkan," tutupnya.
Pemberitaan tersebut merupakan buntut dari tanah sangket milik warga yang terletak di Gang. H. Damiri, di wilayah Kelurahan Sekip, Kec. Limapuluh seluas 2.862 m². Tanah tersebut di klaim milik PT. Jondul dengan luas 9.680 m² berdasarkan sertifikat HGB 688 yang telah berjalan 10 tahun lebih.
Warga bernama Tahrel itu mengaku, tanahnya itu merupakan hasil tebang tebas sejak 1972 milik orang tuanya yang bersebelahan dengan sepadan tanah diperkuat keabsahan surat SKGR tanah miliknya, surat keterangan Lurah sebelumnya, surat pernyataan riwayat tanah, surat pernyataan pemilik tanah, surat pernyataan tidak bersangketa dan surat keterangan saksi sempadan yang terletak di Gang. H. Damiri yang saat ini berdiri sekolah yayasan.
Namun tanah hasil tebang tebas 1972 warisan orang tua Tahrel justru dilaporkan oleh PT. Jondul. Mereka mengklaim Tahrel justru dianggap melakukan pemalsuan pemalsuan surat HGB 688 yang diklaim milik PT. Jondul. Hingga hal itu berlanjut ke proses hukum ke Polda Riau dengan LP/41/II/2012/SPKT/RIAU (02/02/2012).
Lanjut terkait laporan PT Jondul itu, pada 14 Juli 2015 pemilik tanah justru ditahan oleh oknum anggota subdit III Dit Reskrimum Polda Riau inisial CY yang saat itu bertugas sebagai penyidik. Tidak memakan waktu lama berkasnya dinyatakan lengkap (P21). Ia pun dipenjara selama kurang lebih 22 bulan.
Namun permainan hukum ditemukan, terdapat keganjilan terhadap proses hukum itu. Berkas perkara Tahrel tersebut tidak terdaftar atau tidak ditemukan di web (situs) Pengadilan Negeri.
Berlanjut pada hal itu, Pemilik tanah bernama Tahrel tersebut berusaha kembali menduduki tanah miliknya dan melaporkan pihak PT. Jondul LP/K/872/VI/2013/SPKT POLRESTA (13 Juni 2013) pasal pemalsuan surat pasal 263 KUHPidana karena merasa dirugikan. Namun justru laporannya hingga saat ini tidak berproses.
Tak sampai disitu, ia mendatangi Bareskrim Polri yang berlamat di Jl. Trunojoyo no. 3 Keyoran Baru Jakarta Selatan ( 8/03/2021), guna untuk meminta perlindungan hukum berdasarkan laporannya di Polresta. Hingga sejak surat itu dikeluarkan perlindungan hukum di Bareskrim, Tahrel mengaku hingga saat ini laporannya belum mendapat proses.
Sebelumnya, pada hari Rabu (04/10/2023) pihaknya juga mendatangi Kantor Lurah Sekip Kecamatan Limapuluh, untuk meminta keterangan register surat tanah miliknya yang saat ini sedang bermasalah dengan Perusahaan PT. Jondul.
Edwar Brata Putra selaku Kepala Kelurahan Sekip justru mengatakan pihaknya kehilangan data maupun akses berkas keseluruhan milik warga Sekip. Data yang berkaitan dengan masyarakat dari tahun 2018 ke bawah sudah tidak dapat ditemukan, katanya telah hilang. (*)